Maaf, barangkali apa yang kuucapkan selama ini tidak seperti
apa yang telah kulakukan.
Maaf, barangkali nasihatku yang tidak kau amini menjadikan amarahku
tak tertahankan.
Maaf, barangkali, ucapanku hanya bualan dan angan seperti
debu yang diterbangkan.
Karena sejatinya, aku tahu bahwa sebenarnya hal yang paling
utama ialah memberikan teladan, bukan sekedar ucapan. Sayangnya, aku terlalu
naif. Ketidak mampuanku menjadikan kalimat untuk beralasan.
*
Maaf, untuk telingaku yang tak tahan dengan kebaikan,
Maksud hati, aku memahami. Tetapi prasangka tak bisa
dibohongi.
Prasangkaku terlalu kuat untuk menolak.
Maaf, sekarang aku mengerti bahwa sejatinya aku harus lebih banyak mendengar, bukan
berujar
*
Maaf, untuk lisanku yang terlalu aktif bekerja.
Menjadikannya siang malam penuh canda dan tawa, seaka lupa
bahwa esok ia akan ditanya oleh Sang
Maha Kuasa
Maaf, untuk lisanku yang mudah berubah dari satu kata ke
kata yang lain. Maksud hati ingin menyampaikan kebaikan, tetapi justru
sebaliknya. Tidak berguna.
Maaf, seharusnya aku bisa memilah kata yang tepat, bukan
berkata seenak jidat
*
Maaf, untuk kehadiranku yang barangkali tak kau harapkan,
Maksud hati ingin meneduhkan, namun malah merusak
pemandangan.
Maaf, kiranya hadirku dapat memberikan bantuan, malah
menjadi masalah semakin tak karuan.
*
Maaf, untuk kesekian kalinya.
Apalah dayaku, karena memang ini yang hanya bisa ku lakukan.
Maaf. Sungguh… untuk berkata maaf, akupun harus banyak
berlatih. Tak mudah untuk mengucapkan sepenuh hati, namun aku tetap percaya
bahwa sesekali ia menjadi solusi.
Ya Rabb, tak ada nikmat yang bisa kurasakan hingga sekarang
tanpa izinMu. Tak ada kebaikan apapun yang menandingi kebaikanMU. Dan tak ada
satupun hamba yang memiliki persedian memaafkan, selain Engkau, Sang Maha
Pemaaf.
Kami yang selalu tidak sabar menunggu Kau kabulkan doa,
sementara Engkau selalu sabar menunggu kami bertaubat.
Maaf, Ya Rabb..
-@anindyarizfa-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar positifmu akan semakin membangkitkan gairah menulisku :)